Spesialis endokrin anak dari
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Aman B Pulungan, berpendapat,
mikropenis lebih disebabkan faktor hormonal sejak anak masih dalam kandungan.
Dalam berbagai studi mengenai kasus tersebut diketahui adanya zat kimia yang
mengganggu atau mengubah fungsi endokrin yang disebut endocrine disrupter
chemicals (EDC). Zat pengganggu itu dapat menghambat kerja androgen, terutama
mengganggu substansi yang bertanggung jawab dalam pembentukan organ seksual dan
perkembangan karakteristik sekunder laki-laki. EDC tersebut, antara lain,
adalah sejumlah zat yang terdapat dalam pestisida kimia, misalnya
diklorodifeniltrikloroetan (DDT). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
melarang sejumlah formulasi pestisida karena berbahaya bagi kesehatan secara
keseluruhan. DDT termasuk bahan aktif yang dilarang.
Zat pengganggu tersebut, sebagai
komponen, dapat berinteraksi dengan estrogen ataupun androgen reseptor serta
sebagai antagonis (lawan hormon endogen). Bukti-bukti ilmiah yang ada juga menunjukkan
zat pengganggu memodulasi aktivitas atau ekspresi dari enzim steroidegenik. EDC
juga berakibat terhadap kelainan dan perkembangan organ seksual. Gangguan itu
terjadi sejak dalam kandungan. Aman mencontohkan, sebuah studi di China pernah
mencatat adanya kasus mikropenis pada bayi-bayi yang dilahirkan di suatu
wilayah tertentu pada waktu tertentu. Ternyata setelah diteliti, fenomena
tersebut terkait dengan kandungan zat kimia (dalam kasus itu pestisida) yang
masuk ke dalam tubuh.
Ukuran yang pas
Orangtua dapat khawatir anaknya
mikropenis jika penis tampak kecil, kelihatan kulupnya saja, atau penis seperti
menyatu dengan kantong zakar sehingga sulit terlihat. Kondisi tersebut ada
sejak lahir. ”Untuk ketepatan diagnosis, ukuran penis harus dipastikan dengan
teknik pengukuran yang benar,” ujar Aman, yang juga Ketua Unit Kerja Koordinasi
Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dia mencontohkan, panjang penis
bayi baru lahir pada kondisi rileks umumnya 3,1-4,7 cm, anak umur 1 tahun
3,9-5,6 cm, dan anak umur 6 tahun 5,2-7 cm. Kekurangan 2,5 cm dari rentang
ukuran normal masih tidak perlu dikhawatirkan. Penis yang kurang dari ukuran
normal itu disebut penis kecil dan belum perlu terapi hormon. Namun, jika
kekurangannya 2,5 cm lebih dari rentang ukuran normal, anak dapat disebut
mikropenis sehingga perlu diterapi.
Mikropenis dan kesuburan
merupakan hal yang berbeda. Masalah kesuburan lebih terkait dengan testis
(zakar). Belum tentu pemilik mikropenis tidak subur. Hanya saja, seorang anak
mikropenis dengan zakar tidak turun sangat berisiko terganggu kesuburannya. Ada
kalanya kasus mikropenis diikuti dengan zakar kecil, zakar tidak turun, atau
lubang kencing tidak pada tempatnya (hypospadia).
Bisa ditangani
Orangtua tidak perlu panik atau
khawatir. Aman mengatakan, kasus mikropenis dapat ditangani. Sebaliknya, jika
tidak ditangani, anak berisiko tetap mikropenis. Kelainan sebaiknya dideteksi
dan diatasi sedari dini sehingga segera diterapi. Bahkan, terapi dapat dimulai
sejak bayi. ”Sebaiknya, terapi jangan melewati usia pubertas atau masa
pertumbuhan (14 tahun),” ujar President Elect Asia Pacific Paediatric Endocrine
Society tersebut. Penanganan akan sangat sulit dan efek samping harus dinilai
hati-hati.
Dalam terapi, spesialis endokrin
anak memberikan hormon testosteron dalam dosis disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Terapi diberikan 4 kali setiap 3-4 minggu dengan total hanya 4 kali
suntikan. Efek samping ringan yang dapat muncul, antara lain, adalah sering
ereksi. Ada pula efek samping seperti memacu penutupan lempeng tulang
(menghambat pertumbuhan) dan memacu pubertas jika dosis berlebihan, walaupun
kasus demikian jarang terjadi. Dengan terapi, penis si kecil pun akan bisa
tumbuh dengan baik.
No comments:
Post a Comment